Pada tahun 2023, WHO sudah mengingatkan target eliminasi lemak trans di Indonesia. Badan Kesehatan Dunia PBB ini tentunya memberikan beberapa solusi.
YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) sendiri memang sudah menemukan banyak sekali pangan olahan di Indonesia yang mengandung lemak trans. Fat tersebut biasanya Anda temukan pada pangan krimer, biskuit, serta margarin.
WHO Batasi Indonesia Lemak Trans
National Professional Officer for Policy and Legislation WHO Indonesia Dina Kania sendiri telah memberikan sekitar dua opsi. Hal ini tentunya agar target bebas trans fat atau minyak terhidrogenasi parsial tersebut tercapai.
Pertama, melarang pemakaian minyak terhidrogenasi parsial secara berlebihan. Saat ini, memang sudah ada lebih dari sekitar 50 negara yang telah mengikuti pedoman WHO. Negara tetangga.
Misalnya saja, seperti Thailand dan Singapura telah menyatakan diri bebas dari minyak terhidrogenasi parsial. Kedua negara tersebut melarang penggunaan minyak terhidrogenasi parsial terhadap produk pangan. Selain itu, juga membatasi kadar asam trans 2 g per 100 g untuk seluruh pangan.
“Akan ada konsekuensinya, ketika sudah memutuskan untuk menetapkan kadar maksimum 2 gram per 100 gram. Terutama, pada saat registrasi BPOM RI harus bisa menguji seluruh makanan di ambang batas atau berada di bawah.
Hal ini tentunya akan memberatkan tugas dari BPOM,” kata Dina seperti yang dilansir detikhealth. Hanya saja, akan ada larangan pada pemakaian minyak terhidrogenasi parsial makanan. Selain itu, memang perlu sekali larangan masuk pada produk impor dengan kandungan fat tersebut.
Lemak trans sendiri merupakan salah satu jenis minyak terhidrogenasi parsial yang berbahaya untuk kesehatan. Nantinya, fat ini dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular termasuk penyakit jantung.
“Lemak ini sebenarnya tidak bisa langsung dikeluarkan oleh tubuh. Sehingga akan selamanya bisa mengendap dalam tubuh manusia,” imbuhnya.
Lemak trans sendiri sebenarnya dianggap sebagai jenis fat yang paling berbahaya bagi manusia. Hal ini tentunya karena dapat menurunkan HDL (kolesterol baik) dan menaikkan LDL (kolesterol jahat).
Lemak trans juga lebih berbahaya dari lemak jenuh karena kandungan hanya bisa menaikkan LDL. Namun, nantinya tidak akan bisa mempengaruhi HDL.
Akibatnya, minyak terhidrogenasi parsial tersebut juga akan dapat menambah risiko penyakit jantung koroner (PJK). Hal ini ditandai dengan adanya penyumbatan pembuluh darah. Penyakit jantung koroner sendiri termasuk salah satu pembunuh nomor satu yang ada di Indonesia.
Sebagai catatan tambahan, dengan konsumsi harian minyak terhidrogenasi parsial satu hingga persen saja sebenarnya juga bisa memicu risiko serangan jantung.