SERANG, Suara-Rakyat.ID Masyarakat Nelayan Desa Tanara, Babinsa Koramil 0602-11/Tirtayasa, Kodim 0602/Serang, bersama HNSI Kabupaten Serang, bergotong royong mencabut pagar bambu yang menghalangi aktivitas nelayan di perairan Pedaleman Kabupaten Serang, Rabu, 29 Januari 2025.
Pemagaran laut dengan Pagar bambu tersebut menjadi kendala serius bagi para nelayan. Selain sering menyebabkan jaring tersangkut, keberadaan pagar itu juga membuat kapal nelayan rawan kandas. Situasi ini tidak hanya menyulitkan nelayan saat melaut tetapi juga berdampak pada berkurangnya hasil tangkapan.
Sohib, salah satu nelayan Desa Tanara, mengapresiasi bantuan Babinsa yang turun langsung ke lapangan untuk membantu warga membersihkan pagar tersebut.
“Pagar bambu ini sangat mengganggu kami dalam mencari ikan. Jaring sering tersangkut, dan kapal bisa kandas. Alhamdulillah, hari ini dengan bantuan TNI dari Koramil Tirtayasa, pagar ini berhasil dibersihkan. Terima kasih kepada Pak Babinsa yang ikut turun ke lumpur membantu kami,” kata Sohib.
Jayadi Teja Permana Aktivis lingkungan di Kecamatan Tanara mengungkapkan kekecewaan atas terjadinya pemagaran laut di wilayah Kabupaten Serang.
“Pagar bambu yang dibuat para oknum curut itu sangat merugikan nelayan, oknum kepala desa beserta antek-anteknya yang menjadi dalang pemagaran laut demi mengenyangkan perut mereka sendiri, ” ujar Jayadi dengan lantang.
Setelah merugikan nelayan mereka tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menikmati uang yang mereka terima dari para cukong, sedangkan masyarakat nya kesulitan mereka tidak peduli, tambahnya.
Kata Jayadi, Pemerintah daerah dan pihak terkait memiliki tanggung jawab untuk memastikan setiap proyek pembangunan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Jika terbukti ada kelalaian dalam pemberian izin atau pelaksanaan proyek yang merugikan masyarakat, pihak-pihak tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban hukum, tegasnya.
Pembersihan pagar ini tidak hanya disambut positif oleh nelayan, tetapi juga mencuatkan perhatian pada aspek hukum terkait pembangunan pagar bambu di wilayah laut. Praktik semacam itu tanpa kajian dampak lingkungan yang memadai dapat dianggap sebagai pelanggaran. (RB-13)