Langkat, Suara-Rakyat.id Balairoong Sri Aru PD MABMI Langkat berubah menjadi panggung agung yang menautkan masa silam dan masa kini. Di gedung yang selama ratusan tahun menjadi saksi perjalanan peradaban Melayu di pesisir timur Sumatera itu, Kesultanan Negeri Langkat kembali menegakkan marwah adat melalui penabalan Orang Besar Bergelar Kesultanan- sebuah ritual yang semakin langka namun tetap dijaga dengan kehormatan yang nyaris sakral, ada Minggu pagi, 23 November 2025 esok,
Dua puluh dua nama dari akademisi, pejabat, tokoh masyarakat, hingga ahli hukum tercatat akan menerima gelar Dato’ dan limpah kurnia adat dari Sultan Negeri Langkat IV, Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Harimugaya Abdul Djalil Rahmatsyah.
Nama-nama itu tak sekadar daftar penghormatan.
Mereka mewakili jejaring sosial, politik, intelektual, dan kultural yang menopang keberlanjutan adat Melayu Langkat dalam modern.
Penabalan ini Bukan sekadar seremoni. Dalam adat Melayu, penabalan adalah tanda legitimasi, tanda amanah, dan tanda marwah tiga hal yang bersentuhan langsung dengan struktur kekuasaan tradisional.
Prosesi dimulai dari ketibaan Datuk Perangkat, dilanjutkan ketibaan Zuriat, hingga tibalah momen yang membuat Balairoong menahan napas, ketibaan Sultan Langkat, Sang Paduka Seri, yang memasuki ruangan dengan tata adat yang hanya sedikit orang masih benar-benar memahami maknanya.
Setelah Sultan duduk, seluruh majelis mengikuti.
Kemudian mengalirlah bacaan Qur’an, lagu kebangsaan, pembacaan silsilah, hingga dua momen paling ditunggu yakni:
Titah Sultan,
yang menjadi arah moral dan politik adat bagi Langkat.
Semua rangkaian berlangsung di Balairoong Sri Aru, sebuah gedung adat yang menjadi nadi kebudayaan Melayu Langkat. Dari sinilah sejarah, bahasa, adat, dan garis keturunan diperteguh di hadapan publik.
Acara ini diadakan pukul 08.30 WIB hingga selesai, sebagai bagian dari upaya Kesultanan Langkat menjaga kesinambungan adat, sekaligus menegaskan eksistensi historis mereka di tengah arus modernisasi dan berkurangnya peran kesultanan di ruang publik.
Penabalan dilakukan bukan hanya untuk melanjutkan tradisi, tetapi juga untuk menegaskan kembali struktur lembaga adat sebuah institusi yang masih memiliki pengaruh moral, sosial, dan simbolik di tengah masyarakat Melayu Langkat. (Syahdan/Red)












