Serang, Suara-Rakyat.ID – Pada lanjutan Diskusi Senja di Untirta, yang dilaksanakan di Laboratorium Terpadu, Kampus Untirta, Sindangsari, Kabupaten Serang, Kamis 15 Februari 2024, Presma 2012 Untirta Adam Marifat, M.I.P., berpandangan bahwa di Pemilu 2024 ini ada kekuatan tersembunyi dan tertutup yang memengaruhi jalannya proses demokrasi.
“Sehingga ini bukan lagi penggiringan opini melainkan cipta kondisi yang diatur sedemikian rupa dan ini keren. Bagi kami ini bukan selesai dan akan tetap kita tunggu keputusan resmi dan lagi proses demokrasi bukan soal menang kalah tetapi juga soal benar dan salah. Substansinya tetap dijalankan,” ungkapnya.
Wakil Ketua BEM FH 2007 Untirta Ferry Renaldy, S.H., mengatakan, perlu evaluasi sangat besar khususnya soal pengawasan Pemilu 2024. Menurutnya, di tahun 2024 ini ia dengan timnya melaporkan terkait masalah pelanggaran 16 APK di Banten. “Kenapa harus ada laporan dulu kemudian bertindak. Terkait juga soal tebus murah sembako 10 persen dari PDIP dengan harga 50 ribu dibayar 5 ribu dengan mendapatkan sembako, lalu kami statement di media bahwa kami juga menyatakan kepada Bawaslu apakah ini boleh kalau boleh kami dari Prabowo-Gibran melakukan hal yang sama kalau tidak boleh tolong tindak tegas. Pemberitaan di Bawaslu soal tebus murah itu kemudiah diputuskan dan diberitakan oleh Bawaslu dibolehkan asal dari harga total 50 persen. Misal sembako 50 ribu dibayar 25 ribu,” jelasnya.
Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) Uday Suhada di sisi lain mengatakan, ada persoalan yang harus diurai kebenarannya misal dari KPU itu sendiri bahwa rekap aplikasi justru sekarang bertebaran di mana-mana.
“Artinya rekapitulasi pemilu menjadi sistem Informasi rekapnya itu apakah rekap atau rekayasa. Itu yang penting saya kira dan harus terus diawasi,” ujarnya.
Ia menyarankan dalam berpolitik jangan sampai dibawa ke persoalan hati.
“Pemilih kita kebanyakan pemilih yang baperan. Padahal mestinya yang dikedepankan adalah rasionalitas, karena memang dari waktu ke waktu saya merasakan masih saja terus membicarakan soal Kadrun dan Cebong, yang kurban siapa? Ya, adalah rakyat, dan ini tugas kita semua memberi kesadaran kepada masyarakat bahwa dalam berpolitik tidak boleh baperan. Beda pilihan boleh kemudian kalau sudah selesai kontestasi waktunya kita sama-sama lagi,” saran Uday.
Akademisi Untirta Dr. Ail Muldi, M.Si., dasi FISIP Untirta, ketika melihat hasil Pemilu 2024 adalah soal tantangan utama ketika Prabowo menjadi presiden apakah bisa mengenalkan program yang memang dibutuhkan oleh masyarakat atau tidak. “Kedua kita juga selalu berpikir Pak Prabowo hidup di semua rezim, saya ingin tahu di mana model kepemimpinannya. Memang harus ada masukkan agar bisa memengaruhi beliau,” ungkapnya.
Akademisi Untirta lainnya dari Fakuktas Hukum Untirta Muhammad Uut Lutfi, S.H., M.H., melihat politik dalam hukum tata negara bahwa hari ini konten moral tidak dikedepankan dan melabarak semua aturan regulasi dan dikhawatirkan sampai kapan pun akan terjadi. “Karena jiwanya Pancasila itu tidak ada. Saya kira kita perlu mengembalikan jiwa Pancasila dalam mengembalikan penyelenggaraan negara dalam konten ketatanegaraan. Politik dan hukum adalah pencerahan dan politik adalah strategi bukan dilihat dari hal yang kotor,” ungkapnya.