JAKARTA, Suara-Rakyat.ID-Sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) pemerintah yang masih menjadi ladang subur praktik korupsi menginisiasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terus menyosialisasikan upaya pencegahannya. Pasalnya, korupsi di sektor PBJ masih menjadi kasus tindak pidana korupsi terbesar kedua, di bawah gratifikasi dan penyuapan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memaparkan, praktik suap sangat erat dengan pengadaan barang dan jasa. Banyak vendor yang melakukan penyuapan agar laporannya dinyatakan baik saat proses audit.
“Dulu ada e-procurement. Jadi semua dokumen harus di-upload melalui komputer. Tapi yang terjadi ternyata sistem tersebut juga bisa diakali. Para vendor membuat kesepakatan di luar, mengatur harga, dan mengatur siapa yang menang,” ucapnya dalam seminar bertajuk Mitigasi Permasalahan Hukum dan Audit Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, di Gedung SMESCO Indonesia, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Alex menambahkan, sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam meminimalisir korupsi PBJ. Salah satu upaya yang tengah digencarkan pemerintah yakni melalui e-Katalog. Pengadaan barang/jasa pemerintah melalui katalog elektronik semakin populer digunakan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas proses PBJ pemerintah. Kendati demikian, masih banyak modus korupsi yang dilakukan meskipun pengadaan barang jasa sudah menggunakan platform elektronik.
Sebagai implementasi aksi pencegahan korupsi tahun 2023-2024, Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) meminta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memberikan akses terhadap data pengadaan barang dan jasa melalui katalog elektronik, serta memberikan pedoman pengawasan untuk pengadaan dengan menggunakan katalog elektronik, yang cenderung cepat dan perubahan harga oleh penyedia tidak bisa dihindari.
Alex melanjutkan, terdapat beberapa modus korupsi PBJ yang ditangani KPK. Ia mengatakan, “Ada modus pembelian secara berulang lewat vendor itu-itu saja, itu juga menjadi warning, kenapa tidak ada vendor lain yang menawarkan? Selain itu, ada juga modus dengan me-mark up harga tidak lama setelah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) meng-upload. Sebelumnya pasti ada kesepakatan antara PPK dan vendor, kapan barang akan di-upload di e-Katalog.”
Di samping itu, LKPP diketahui meluncurkan fitur pengawasan e-audit agar modus yang berpotensi korupsi dapat terlacak dan langsung terintegrasi ke LKPP, KPK, dan juga BPKP. Sistem pengawasan ini diharapkan dapat digunakan sebagai alat yang bisa dimanfaatkan oleh APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah), untuk melakukan analisis terhadap modus-modus transaksi yang terindikasi anomali.
Berdasarkan data KPK periode 2004-2023, kasus korupsi di sektor PBJ mencapai 339 kasus. Bahkan, tahun 2023 tercatat sebagai tahun terbanyak korupsi di sektor PBJ dengan jumlah 63 kasus.
Maka dari itu, KPK memasukkan sektor ini ke 8 fokus area dalam Monitoring Centre for Prevention (MCP) dalam mengintervensi perbaikan tata kelola pemerintah daerah, yakni: Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Peningkatan Kapabilitas APIP, Manajemen ASN, Optimalisasi Pendapatan Daerah, Manajemen Aset daerah, serta Tata Kelola Dana Desa.
Kerugian yang ditimbulan dari korupsi PBJ, lanjut Alex, sangatlah besar. Oleh karenanya, KPK berharap agar bersama-sama mengawal PBJ agar tak ada lagi yang berusaha untuk mengakali e-Katalog.
“Sebetulnya mitigasinya apa? Dari kita selalu vendor maupun selalu PPK kalau kita berani bertindak jujur kan nggak ada persoalan, ambil keuntungan sewajarnya saja, itu kunci untuk menghindari korupsi,” tutup Alex. ***(SR)