SERANG, Suara-Rakyat.ID- Bahan aditif pangan yang berasal dari serangga, carmine atau karmin dihukumi haram oleh Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU). Lembaga ini memutuskan, pewarna dengan bahan karmin hukumnya najis dan haram dikonsumsi. Karena itu, pewarna dengan bahan karmin tidak boleh digunakan sebagai pewarna makanan dan minuman, perlengkapan make up, dan lainnya.
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar, saat mengisi ceramah di haul ke-47 KH. Atqon Pondok Pesantren Mambaul Ulumayong pada Ahad (24/2023). Kiai Marzuki Mustamar yang juga pimpinan Pondok Pesantren Sabilirrosyad, Gasek, Malang, Jawa Timur, mengatakan bahwa LBMNU Jatim telah memutuskan tentang hukum penggunaan karmin (carmine).
Carmine adalah nama pigmen warna yang diperoleh dari serangga yang hidup pada genus kaktus. Serangga ini berasal dari daerah tropis Amerika Selatan dan Tengah dan menghasilkan pigmen sebagai pencegah serangga lain. Pigmen tersebut dapat diperoleh dari tubuh dan telur serangga. Pigmen tersebut masih digunakan sebagai pengusir semut organik. Carmine adalah nama pigmen, warna sebenarnya adalah asam carminic.
Pewarna tersebut terbuat dari kutu daun (cochineal) atau serangga bersisik subordo Sternorrhyncha. Serangga ini biasa hidup di kaktus memakan kelembapan dan nutrisi tanaman. Dilansir dari laman Eurolab, nama yang diberikan untuk carmine dalam industri makanan adalah E120. Zat aditif ini adalah pewarna alami yang sangat kuat. Dengan E120, makanan diberi rona merah muda hingga ungu. Dalam industri makanan, E120 kerap digunakan dalam produk daging. Pada umumnya, produk dalam kategori ini berasal dari sumber hewani. Warna makanannya berciri khas pink atau merah.
Namun, tidak hanya produk daging, minuman, buah dan minuman energi, selai, sirup, permen karet, kue industri, sayuran kaleng, es krim, dan makanan, seperti yogurt stroberi atau buah merah mengandung E120. Food and Drug Administration (FDA) AS telah mengakui bahwa aditif ini aman dalam makanan. Meski demikian, bahan tersebut dilarang di negara-negara Uni Eropa.
Menurut Kiai Marzuki, serangga yang menjadi asal pigmen tersebut dibudidayakan di negara-negara Eropa. Setelah dipanen dan dikeringkan lalu kutu daun ini digiling untuk selanjutnya dijadikan campuran zat pewarna makanan olahan yang disebut carmine atau karmin. Kiai Marzuki mencontohkan karmin biasanya digunakan pada makanan seperti es krim berwarna merah. Begitupun dengan yogurt berwarna merah yang biasanya menggunakan karmin. Makanan-minuman yang menggunakan karmin biasanya menyertakan keterangan kode E-120.
Bahtsul Masail Jawa Timur memutuskan karmin haram dan najis kecuali menurut pendapat Imam Qoffal itu haram saja tidak najis
KH MARZUKI MUSTAMAR
“Bahtsul Masail Jawa Timur memutuskan karmin haram dan najis kecuali menurut pendapat Imam Qoffal itu haram saja tidak najis, tapi selain itu (ulama fiqih menghukumi) haram dan najis. Karena itu, saya minta kepada semua jamaah yang biasa ke toko, warung, berjualan es krim merah, berjualan yogurt merah, berjualan Yakult merah tolong diteliti, merahnya itu pakai karmin atau tidak. Biasanya ditulis karmin atau kode E-120 kalau ada itu jangan dibeli. Yang sudah telanjur dibeli, jangan dijual. Untuk makan ayam saja,” kata Kiai Marzuki dalam acara tersebut yang juga diunggah videonya oleh kanal YouTube SABBIH. Lebih lanjut, Kiai Marzuki mengatakan karmin juga digunakan sebagai warna dalam lipstik, cokelat merah.
Katib Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, KH Romadlon Chotib, menguatkan apa yang telah disampaikan oleh Kiai Marzuki Mustamar. Ia mengatakan setiap makanan atau apa pun yang menggunakan karmin biasanya ada kode E-120. Untuk itu, jika melihat kode E-120 dalam makanan ataupun make up supaya dihindari. “Karena hal itu, kita sudah memutuskan (dalam bahtsul masail) bahwa (karmin) itu merupakan bagian yang diharamkan menurut Imam Syafi’ie. Dan kita adalah orang-orang dari kalangan Syafi’iyah,” ujarnya saat Konferensi Pers Hasil Bahtsul Masail LBMNU Jatim di Kantor PWNU Jatim, Selasa (12/09/2023).
Ia menyebutkan, selama ini ulama sering kali menghindari hal tersebut. Sebab, menghindari sesuatu yang haram itu merupakan bagian dari upaya mencari keberkahan dalam hidup. Berkah tersebut dimaksudkan bahwa dalam kehidupan itu semakin hari semakin tenang dan damai. “Kalau orang yang sering makan barang haram itu kan hatinya semakin keras dan sulit untuk dikendalikan. Sehingga apa yang diputuskan dari LBMNU Jatim hendaknya menjadi perhatian bersama,” ucapnya.
Perhatian terhadap hasil keputusan tersebut dianggap penting karena Lembaga Bahtsul Masail (LBM) atau bahtsul masail itu sendiri adalah dari perjuangan Nahdlatul Ulama secara keseluruhan. Sebab, dalam bahtsul masail tidak kurang dari 30 kitab turats dikaji oleh tokoh-tokoh yang memang konsen di bidangnya. “Makanya, setiap menanggapi suatu persoalan pasti ada dasar dari maqalah-maqalah ataupun kitab-kitab klasik. Itu yang menjadi keistimewaannya,” ujar dia.
Sebagai informasi, hasil bahtsul masail itu memutuskan bahwa bangkai serangga (hasyarat) tidak boleh dikonsumsi karena najis dan menjijikkan, kecuali menurut sebagian pendapat dalam madzhab Maliki. Adapun penggunaan karmin dalam untuk keperluan selain konsumsi, semisal untuk lipstik, menurut Jumhur Syafi’iyah tidak diperbolehkan karena dihukumi najis. Sedangkan menurut Imam Qoffal, Imam Malik dan Imam Abi Hanifah dihukumi suci sehingga diperbolehkan karena serangga tidak mempunyai darah yang menyebabkan bangkainya bisa membusuk.
Pewarna karmin tersebut dapat ditemukan di antaranya dalam produk pangan komersial, seperti yoghurt, susu, permen, jello, es krim, dan pangan lainnya yang berwarna merah hingga merah muda. Karmin sendiri adalah pewarna merah yang usianya sudah sangat tua, berasal dari suku Aztec pada tahun 1500-an. Ketika orang Eropa menemukan budaya mereka selama eksplorasi, mereka menggunakan ekstrak serangga berjenis cochineal atau kutu daun sebagai pewarna untuk kain dengan warna merah cerah. (REPUBLIKA/Andrian Saputra/Red)