Serang – Suara-Rakyat.ID- Perbedaan antara pemerintah dengan organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama dan organisasi keagamaan lainnya di Indonesia merupakan hal yang biasa saja, karena jika terjadi sebuah perbedaan dalam menentukan penetapan awal Ramadhan dan 1 Syawal 1444 H ( hari raya idul Fitri tahun 2023) baik menggunakan hisab yaitu menggunakan metode perhitungan melalui ilmu astronomi atau rukyatul hilal (dengan menggunakan metode melihat bulan) merupakan hasil ijtihad para ulama dan Umara kita yang memiliki dasar- dasar atau dalil- dalil yang kuat sesuai Alquran dan Al-Hadist.
Perbedaan adalah sunatullah yang menjadi rahmat) Ikhtilaful ummati rahmah dan juga perbedaan itu indah ibarat sebuah lukisan jika semua lukisan berwarna putih apakah lukisan indah jika dilihatnya? begitu juga bunyi petikan suara gitar jika semua jenis talinya sama apakah bisa di dengar indah? Oleh sebab itu adanya perbedaan penentuan tanggal dan hari raya idul Fitri antara tanggal 21 April 2023 dan 22 April 2023 adalah rahmat dan indah karena idul Fitri momen untuk saling maaf memaafkan dan sebagai kemenangan bagi umat islam serta untuk berintrospeksi diri dari segala salah dan dosa.
Perbedaan harus di maknai dengan keindahan yang harus di pupuk dan tidak dijadikan sebagai alat politisasi sekelompok saja, Dan lebih lebih perbedaan adalah keberkahan yang patut di syukuri karena sebuah kenikmatan dalam kehidupan dan tidak dijadikan sesuatu yang berlebihan.
Menurut Cecep Azhar, SHI, SH, MH, MM ketua Umum Law Office PBH Tajusa Azhari juga ketua Umum Pejabat Sakti (persatuan jawara Banten, santri dan kaum intelektual) Terkait dengan perbedaan ini Allah SWT telah berfirman dalam surat Al- Hujurat ayat 13.
Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa semua perbedaan yang Allah ciptakan untuk kita agar kita saling kenal, Saling memahami, saling toleransi dan tidak saling menyalahkan satu sama lainnya (kita jaga Ukhuwah Islamiyyah diantara kita) ujarnya.
Di sisi lain pula juga menghormati tengah perbedaan perlu di pupuk agar Indonesia yang terkenal dengan aneka ragam bahasa, Suku, agama, budaya mampu menjadi miniatur dunia bahwa kedamaian didalamnya menjadi yang utama atau disebut nomor Wahid, sehingga semboyan Bhineka Tunggal Ika yang diartikan berbeda beda tetapi satu jua adalah representasi dari penghargaan terhadap bentuk bentuk perbedaan yang ada.
Di akhir pertemuan selesai shalat Idul Fitri Cecep selaku ketua umum dan Keluarga besar DPP Pejabat Sakti dan pengurus Law Office PBH Tajusa Azhari mengucapkan minal aidzin wal fa idzin (mohon maaf lahir dan bathin) semoga kita dapat berjumpa kembali di bulan ramadhan dan hari raya idul fitri tahun depan 2024 yang menjadi kebahagiaan kita semua karen bulan tersebut adalah bulan penuh dengan barakah, magfirah serta ampunan dari api neraka. Pungkasnya. (Akg)